Malinau Kota- Disnaker Kabupaten Malinau mencatat sebanyak 6.305 pekerja terdaftar di 54 perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut hingga tahun 2025. Data ini menjadi gambaran dinamika ketenagakerjaan di Malinau, sekaligus menyoroti beberapa tantangan, seperti kepatuhan pelaporan perusahaan dan minimnya lembaga penyelesaian sengketa ketenagakerjaan.
Potret Ketenagakerjaan Malinau Antara Peluang dan Masalah
Menurut Ferry Runtuwene, Kepala Seksi Perselisihan Hubungan Industrial Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Malinau, data tersebut merupakan akumulasi sejak akhir 2024. Perusahaan diwajibkan melaporkan jumlah pekerjanya, termasuk yang berhenti bekerja—baik karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) maupun alasan lain.
Namun, Ferry mengakui masih ada perusahaan yang belum memenuhi kewajiban pelaporan, sehingga data yang ada belum sepenuhnya mencerminkan kondisi riil. “Beberapa perusahaan belum memperbarui laporan ketenagakerjaannya, padahal ini wajib disampaikan ke Disnaker,” ujarnya.
PHK 2024 dan Ancaman Gelombang PHK 2025
Sepanjang 2024, tercatat 664 pekerja di Malinau mengalami PHK. Angka ini turut memengaruhi total pekerja yang terdata hingga 2025.
Fenomena PHK ini mengkhawatirkan, terutama di tengah prediksi gelombang PHK massal 2025 akibat ketidakstabilan ekonomi global dan perlambatan sektor industri. Lembaga Kerja Sama Bipartit (LKS Bipartit) dinilai menjadi salah satu solusi untuk mengantisipasi konflik ketenagakerjaan.
Sayangnya, dari 54 perusahaan yang beroperasi, hanya 8 yang memiliki LKS Bipartit. Padahal, lembaga ini berperan sebagai forum komunikasi antara pekerja dan perusahaan dalam menyelesaikan sengketa secara damai.

Pentingnya Serikat Pekerja dan Perlindungan Tenaga Kerja
Minimnya LKS Bipartit menunjukkan masih rendahnya kesadaran perusahaan dalam memenuhi hak pekerja. Ferry menekankan pentingnya pekerja berserikat untuk memperjuangkan hak-haknya.
“Serikat pekerja dan LKS Bipartit sangat urgen untuk mencegah PHK sepihak dan memastikan penyelesaian sengketa berjalan adil,” tegasnya.
Selain itu, pelatihan keterampilan dan program pemagangan perlu digencarkan agar tenaga kerja di Malinau memiliki daya saing tinggi, terutama jika terjadi PHK besar-besaran.
Agar kebijakan ketenagakerjaan efektif, diperlukan:
-
Kepatuhan perusahaan dalam melaporkan data pekerja secara berkala.
-
Peningkatan jumlah LKS Bipartit untuk memediasi konflik industri.
-
Sosialisasi hak pekerja agar memahami perlindungan hukum yang berlaku.
-
Sinergi Pemkab Malinau, Disnaker, dan dunia usaha dalam menciptakan iklim kerja yang kondusif.
Dengan 6.305 pekerja terdata di Malinau hingga 2025, Disnaker memiliki tugas besar untuk memastikan hak pekerja terlindungi sambil mendorong iklim usaha yang sehat. Tantangan seperti pelaporan yang belum lengkap dan minimnya LKS Bipartit harus segera diatasi agar tidak memicu konflik ketenagakerjaan yang lebih luas.
“Kami berharap semua perusahaan patuh melapor dan pekerja semakin sadar akan haknya. Dengan begitu, dunia kerja di Malinau bisa lebih adil dan produktif,” pungkas Ferry.